Skrining Resep (Administratif, Farmasetis, dan Klinis)


SEKRINING RESEP 

(ADMINISTRATIF, FARMASETIS, DAN KLINIS)


A. Resep

        Resep dokter merupakan permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker selaku pengelola apotek untuk menyediakan dan memberi sediaan obat kepada pasien sesuai undang-undang yang berlaku.

B. Skrining Resep

        Skrining resep merupakan suatu pemeriksaan resep yang pertama kali dilakukan petugas apotek setelah resep diterima. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam skrining resep yakni kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Pasien dengan masalah kesehatan tertentu melakukan pemeriksaan ke dokter, biasanya diberi pilihan terapi yang akan dijalankan. Terapi obat sejauh ini merupakan yang paling sering dipilih. Pada banyak kasus, terapi obat sering melibatkan penulisan resep. Resep merupakan hal terpenting sebelum pasien menerima obat. Dalam alur pelayanan resep, apoteker wajib melakukan skrining resep yang meliputi skrining admninstratif, kesesuaian farmasetis, dan kesesuian klinis untuk menjamin legalitas suatu resep dan meminimalkan kesalahan pengobatan. Resep harus ditulis dengan jelas untuk menghindari salah persepsi antara penulis dengan pembaca resep, kegagalan komunikasi dan salah interpretasi antara dokter dengan apoteker merupakan salah satu faktor kesalahan medikasi (medication error) yang berakibat fatal bagi pasien. Resep yang baik harus memuat cukup informasi yang memungkinkan ahli farmasi yang bersangkutan mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien. Namun pada kenyataannya, masih banyak permasalahan yang ditemui dalam peresepan. 

C. Aspek Administratif, Farmasetis dan Klinis

        Kajian administratif resep meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan, alamat pasien, nama dokter, nomor surat izin praktik (No.SIP), alamat, nomor telepon, paraf dokter, tanggal penulisan resep. tanda resep diawal penulisan, nama obat, kekuatan obat, jumlah obat, aturan pakai obat, tanda iter. Kajian farmasetis resep meliputi bentuk sediaan, stabilitas inkompatibilitas, cara pemberian, jumlah dan aturan pakai. Untuk kajian klinis resep meliputi ketepatan indikasi, ketepatan dosis obat, aturan penggunaan obat, cara penggunaan obat, lama penggunaan obat, duplikasi/ polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan, kontraindikasi interaksi obat, dan efek samping.

1. Skrining Administratif


        Skrining administrative dilakukan untuk memeriksa resep secara lebih teliti agar mencegah masuknya resep palsu, kesalahan penulisan, dan penyalahgunaan resep. Skrining dilakukan terhadap beberapa hal berikut: 

SIP Dokter. Dalam resep wajib dicantumkan SIP dokter untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-undang dalam memberikan pengobatan bagi pasiennya dan telah memenuhi syarat untuk menjalankan praktek seperti yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang serta untuk menjamin bahwa dokter tersebut secara sah diakui dalam praktek keprofesian dokter. 

Alamat Dokter. Alamat dokter dan nomor telepon harus dicantumkan dengan jelas dan diperlukan karena apabila suatu resep tulisannya tidak jelas atau meragukan bisa langsung menghubungi dokter yang bersangkutan, hal ini juga akan memperlancar pelayanan pasien pada waktu di apotek, Selain itu, dapat mempermudah pelayanan kefarmasian terkait konfirmasi suatu hal dengan dokter penulis resep. 

Paraf Dokter. Pencantuman paraf dokter juga berperan penting dalam resep agar dapat menjamin keaslian resep, berfungsi sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut serta dapat dipertanggung jawabkan agar tidak disalahgunakan di masyarakat umum.  

Kekuatan Obat. Pencantuman kekuatan obat juga seharusnya di tambahkan dalam resep, karena ada beberapa obat yang memiliki kekuatan obat berbeda beda dalam satu jenis obat, sehingga apoteker dapat memberikan obat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh dokter penulis resep.  

Tanggal Penulisan Resep. Dalam resep juga perlu dicantumkan tanggal penulisan resep yaitu untuk keamanan pasien dalam hal pengambilan obat. Apoteker dapat menentukan apakah resep tersebut masih bisa dilayani diapotek atau disarankan kembali ke dokter berkaitan dengan kondisi pasien.  

Nama Pasien. Pencantuman nama pasien dalam resep juga sangat berguna karena untuk menghindari tertukarnya obat dengan pasien lain pada waktu pelayanan diapotek.   

Umur Pasien. Selain nama pasien, data pasien seperti umur pasien dalam penulisan resep cukup penting yang berguna dalam hal perhitungan dosis karena banyak rumus yang digunakan untuk perhitungan dosis dengan menggunakan umur pasien, umur pasien juga berkaitan dengan bentuk sediaan. 

Jenis Kelamin. Selain itu, jenis kelamin juga merupakan salah satu aspek yang diperlukan dalam perencanaan dosis karena dapat mempengaruhi faktor dosis obat pada pasien.  

Berat Badan. Berat badan juga merupakan salah satu aspek yang diperlukan dalam perhitungan dosis. Dalam penentuan dosis para ahli telah membuat rumus khusus berdasarkan berat badan seseorang, untuk itu berat badan sangat perlu dicantumkan dalam penulisan resep.


2. Skrining Farmasetis


       Skrining farmasetika dilakukan untuk menyesuaikan kondisi pasien dengan resep yang diminta. Oleh karena itu, apoteker dapat bertanya kepada pasien agar terhindar dari kekeliruan ataupun kesalahan pemberian obat. Skrining farmasetis terdiri dari: 

Bentuk Sediaan Obat. Kriteria Bentuk sediaan obat dalam kesesuaian farmasetik dimaksudkan untuk mengetahui bentuk sediaan obat tersebut cocok atau tidak untuk pasien. Misalnya, untuk pasien anak-anak balita tidak bisa diberikan sediaan kapsul ataupun tablet yang pahit, tapi diberikan sediaan berbentuk sirop yang disukai anak-anak sehingga pengobatan lebih mudah dilakukan. 

Dosis Sediaan Obat. Kriteria Dosis sediaan obat dalam kesesuaian farmasetik dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaiaan dosis yang digunakan dengan umur dan berat badan pasien. Apoteker dapat menghitung dosis yang tepat sesuai dengan umur dan berat badan pasien, lalu disesuaikan dengan dosis yang tertulis pada resep. Hal tersebut untuk mencegah adanya overdosis. 

Stabilitas Obat. Kriteria kesesuaian farmasetik yang selanjutnya adalah Stabilitas obat, apoteker harus dapat memperhitungkan tingkat kestabilan sediaan obat. Terutama jika obat tersebut dicampur atau diberikan dalam bentuk yang lain. Sediaan harus tetap stabil agar tetap memberi manfaat pada pasien. 

Inkompatibilitas. Kriteria Inkompatibilitas dalam kesesuaian farmasetik, jika obat dicampur dengan obat yang lain, sediaan obat tidak boleh sampai rusak ataupun merusak yang lain. 

Cara Pemberian Obat. Kriteria dalam kesesuaian farmasetik yang terakhir adalah cara pemberian obat, pemakaian sediaan obat hendaknya tetap membuat nyaman pasien. Sebaiknya jangan memberi sediaan obat yang tidak sesuai untuk pasien. Selain susah untuk dilakukan, besar potensi konsumsi obat akan terlewat.


3. Skrining Klinis


        Skrining klinis dilakukan untuk menyesuaikan resep dengan kondisi klinis pasien. Apoteker dapat bertanya sekilas tentang kondisi klinis pasien agar obat yang digunakan nantinya dapat membantu mengobati penyakit pasien bukan malah membahayakan nyawa pasien. Kondisi klinis yang dapat ditanyakan seperti tentang alergi obat Apakah pasien punya alergi obat tertentu? Hal ini perlu ditanyakan untuk mengantisipasi jika dokter lupa menuliskan daftar alergi pasien. Alergi tidak dapat dipandang sebelah mata karena dengan kondisi yang lemah daya tahan tubuh pasien, bahan obat allergen bisa berakibat macam-macam kepada pasien. Pada resep ini pasien tidak memiliki permasalahan terkait alergi baik terhadap makanan atau obat obatan tertentu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangat Beribadah dengan Meyakini Hari Akhir

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI DALAM ISLAM